TALENTAFMNEWS.COM – Bila Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB serius menyelesaikan persoalan lahan di Gili Trawangan, maka saat konsultasi ke Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Kementerian ATR BPN, Jaksa Agung dan lainya, mestinya juga harus mengajak tim dari Aliansi Masyarakat Peduli Gili (AMPG). Demikian ditegaskan Ketua AMPG, Lalu Subadri pada kamis 16/3/2023 via WA kepada Talenta FM Indonesia.
“Seperti yang telah disampaikan ke kami, pihak pemprov katanya akan berangkat ke Jakarta untuk konsultasi yang terdiri dari 9 orang, mestinya dari pihak kami juga harus diajak bersama-sama 9 orang juga biar fair,”ujar Lalu Subadri.
Karena bila hanya pihak Pemprov saja yang ke Jakarta, maka pihak pemerintah pusat dalam hal ini KPK dan kementerian terkait hanya akan mendengar informasi sepihak dari Pemrov saja. Dan itu tentu akan sangat mempengaruhi pandangan pemerintah pusat.
“Jadi, seperti sebuah karya jurnalistik ya harus cover both side, jangan hanya sepihak saja yang ditonjolkan, jadi ndak berimbang beritanya,”inbuh Badri, sapaan aktivis muda ini.
Dan yang penting lanjut Badri, ada tim media yang dipercaya kedua belah pihak juga mestinya harus diikut sertakan, hal itu bila benar-benar inginkan keterbukaan dan kejujuran dalam menyelesaikan persoalan di Gili Trawangan tersebut.
Sementara itu, manggapi statement Lalu Rudy Gunawan selaku Kepala Biro Hukum Setda NTB, terkait pemberian kerja sama yang di lakukan dengan orang asing, yang entah tekhnisnya menggunakan nama orang lokal atau istri orang asing yang berwarga negara indonesia, yang AMPG sayangkan, pada saat perjanjian kerja sama di lakukan, pemprov tidak melibatkan penggarap yang menguasai lahan, pemprov.
“Tidak mengidentifikasi apakah lahan itu saat ini di kuasai penduduk lokal atau tidak,”jelas Badri.
Kalaupun melakukan identifikasi, pemprov diduga tidak berkoordinasi dulu dengan penggarap awal tanah tersebut, bahkan bangunan yang di diksrjasamakan, apakah di bangun dan di rintis orang lokal atau murni di bangun oleh para penyewa, tidak dipertanyakan oleh Penprov.
“Pemprov lansung menyerobot tanah dan bangunan milik pribumi dan potong kompas, ini kan tindakan arogansi kekuasaan yang di perlihatkan pemprov. Dan menimbulkan tanda tanya besar, yang kemudian kita berspekulasi jangan-jangan ada oknum pemprov yang menerima uang “haram” dari orang-orang asing tersebut,”papar Badri.
Maka aksi menutup lokasi yang bermasalah yang di lakukan masyarakat hari ini bersama kepala desa, kepala dusun , lang lang desa yang diamankan oleh aparat kepolisian merupakan aksi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh pemerintah desa. Mengingat Gili Trawangan adalah objek wisata dan aksi penutupan sementara merupakan buntut dari jawaban yang tidak jelas atas tuntutan agar pemprov memutuskan hubungan kerja sama dengan orang-orang asing.
AMPG lanjut Badri, mempertanyakan kepada pemprov alas HPL yang terbit tahun 1993 fisiknya seperti apa. Pihaknya tidak pernah melihat HPL yang dimaksud, sementara HPL no. 1 1993 adalah alas keluarnya perjanjian kerja sama dengan orang asing.
“Jadi HPL itu kan sebagai alas terbit SPK, ada peristiwa hukum di situ, tapi pada saat kami minta fisik dari HPL tersebut, pemprov tidak mau memperlihatkan, hanya janji-janji akan memberika kepada kami,” ujar Subadri.
Diketahui bersama lanjut Subadri, UU no. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik merupakan dasar masyarakat gili ingin melihat dan mengetahui HPL tersebut.
“Bahkan seharusnya lampiran SPK itu harus disertai bukti fisik HPL dalam bentuk foto copy,”tutup Subadri.