TALENTAFMNEWS.COM – Pajak retribusi untuk Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di Lombok Timur NTB, dibebankan kepada pengusaha tambang. Hal itu terungkap pada aksi demo yang dilakukan ratusan sopir Dum Truck, kamis 31/3/2023 di perbatasan Lombok Timur – Lombok Tengah NTB.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur Muksin dalam penjelasanya saat menemui para sopir yang aksi damai tersebut menjelaskan, sesui Peraturan Bupati (Perbup) Lombok Timur tahun 2015 tentang standar harga MBLB.
Dalam perbup tersebut dinyatakan bahwa harga standart MBLB seperti pasir misalnya yakni Rp.60 ribu, dimana dalam 1 kubik pasir dikenakan pajak retribusi sebesar Rp.12 ribu. Sehingga total harga per 1 kubik pasir Rp.72 ribu.
“Jadi seperti itu, harga standart sesuai perbup ditambahkan dengan pajak per kubik yang harus dibayarkan,”jelas Muksin pada demo yang disiarkan secara langsung di akun youtube Talenta FM Indonesia tersebut.
Link siaran langsung aksi demo tersebut:
https://www.youtube.com/live/ibN62_xAGEI?feature=share
Namun demikian lanjut Muksin, saat ini Pemkab Lombok Timur sedang menggodok revisi peraturan daerah (perda) dan perbup terkait dengan MBLB di Lombok Timur tersebut.
“Selama revisi itu, kami tetap menjalankan aturan yang saat ini berlaku. Saya lebih baik dipecat jadi Kaban kalau dipaksakan untuk melanggar Perda dan Perbup yang saat ini berlaku,”tegas Muksin tanggapi keinginan sopir yang mendesak dirinya untuk membuat Surat Edaran (SE) menganulir perda dan perbup yang saat ini berlaku.
Sementara itu, di hadapan Kaban dan sejumlah Kabid yang saat itu hadir menemui pendemo, Sekertaris Jenderal LSM Gempar NTB, M. Suburman yang mendampingi para sopir menyatakan, SE itu sangat penting untuk menghentikan sementara penseritaan yang dialami para sopir.
“Perda dan Perbup itu mencekik para sopir Dum Truck. Padahal yang didapatkan para sopir dari jasa angkutanya ini tak seberapa. Dan itu untuk makan anak istri mereka,”ujar Suburman.
Yang tidak masuk logika lanjut Suburman, dijelaskan oleh Kaban kalau pajak MBLB seperti pasir dibebankan kepada sopir, namun disisi lain ia menjelaskan kalau harga standart pasir ditambah dengan pajak yang harus dibayarkan sopir sebesar Rp.12 ribu, sehingga total harga Rp.72 ribu per kubik.
“Mestinya kalau pajak MBLB dibebankan ke pengusaha tambang MBLB, maka harga yang dibayarkan sopir untuk 1 kubik pasir tetap Rp.60 ribu sesuai standart dan bukan malah Rp.72 ribu yang artinya justeru melebihi harga standar sesuai perbup,”jelas Suburman.
Untuk itu lanjut Suburman pada diskusi alot tersebut, penting bagi Bapenda menerbitkan SE penyeragaman harga agar harga di seluruh pengusaha tambang seragam.
Saat ini lanjut Suburman, dalam 1 Dum Truck bisa terisi mencapai 8 kubik pasir. Sehingga yang harus dibayarkan sopir yakni 8 dikalikan Rp.60 ribu ditambah dengan pajak Rp.12 ribu, belum lagi pungli hingga Rp.150 ribu.
“Coba bayangkan berapa total modal yang harus dikeluarkan sopir untuk 1 Dum Truck pasir, belum lagi kalau pecah ban di jalan dan lain-lain. Masak harus menjual 1 Dum Truck Pasir ke konsumen sejuta,”terang Suburman.
Makanya lanjut Suburman, sudah salah hitunganya karena hal itu malah membuat pajak 1 kubik pasir malah ujungnya dibebankan pada sopir, seharusnya itu dari harga pasir diambil pajaknya.
“Makanya sopir minta, supaya harga beli di lokasi (tambang) itu per Dum Truck Rp. 340 ribu atau harga standar diseragamkan, dan tidak apa-apa jika ada pungutan pajak Rp.15.000 sampai Rp.20.000. Sopir mau kok, kalau terlalu tinggi kan sopir mau jual ke konsumen juga berat jika harga pasir sampai 1 juta per Dum Truck,”pungkas Suburman.