Home / Peristiwa / Tender Proyek Puskesmas Dan Rumdis Di Lombok Tengah, Terindikasi Sarat KKN

Tender Proyek Puskesmas Dan Rumdis Di Lombok Tengah, Terindikasi Sarat KKN

BERITAKINI talentafmnews.com, LOMBOK TENGAH – Proses Tender Proyek Pembangunan sejumlah Puskesmas dan Rumah Dinas (Rumdis) di Lombok Tengah NTB, terindikasi sarat Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (KKN). Demikian diungkap oleh salah seorang kontraktor bernama Ahmad Juwaeni Ibnu Ma’ruf, kamis 2/7/2020, dalam pernyataan tertulisnya kepada radio talentafm.

Ahmad Juwaeni Ibnu Ma’ruf lebih jauh menyampaikan, prinsip dari pelelangan adalah profesionalitas para pelaku didalamnya; apakah itu dari unsur pemerintahan seperti ULP, POKJA, POKMIL dan lain-lain atau dari unsur masyarakat sipil dalam hal ini adalah rekanan kontraktor.

Semuanya, harus menghornati dasar aturan dengan prinsip transparansi, profesionlitas dan berkeadilan. UU telah mengatur proses pelelangan secara terbuka berdasarkan prinsip keadilan sebagaimana yang tertuang dalam sila Ke-lima dari Pancasila.

“Yaitu: Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika unsur utama dari diadakannya pelelangan ini cacat karena kecurangan ataupun terindikasi KKN antara ULP dan salah satu rekanan yang berkompetisi dalam tender tersebut maka proses hasil pelelangan itu dapat dinyatakan tidak sah atau batal,”katanya.

Berbagai kejanggalan, terjadi pada proses pelelangan beberapa Puskesmas dan Rumdis di Kabupaten Lombok Tengah. Petunjuk awalnya adalah hasil evaluasi Panitia yang memenangkan rekanan dengan buangan penawaran hanya sebesar 0.03%.

Petunjuk berikutnya ada diawal proses tender. Beberapa persyaratan terkesan berlebihan, yang dinilainya bertujuan untuk menyingkirkan banyak rekanan lainnya, agar tidak dapat ikut serta berkompetisi secara sehat.

Kecurangan semacam ini tidak akan terjadi melainkan karena adanya kesepakatan terselubung antara dua sisi pelaku didalamnya yaitu; ULP dan rekanan. Berdasarkan penjabaran Unsur Pasal 22 UU No. 5/1999 menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.

Rekanan ataupun panitia ULP seringkali menganggap persekongkolan itu hal yang biasa. Sehingga ancaman atas kandungan pidana di dalamnya dianggap hanyalah mainan belaka.

“Sebagaian besar kita berpersepsi bahwa vonisment atas “Persekongkolan Jahat” dalam tender itu hanya sebatas ‘bunyi’ sebagaiamana orang tua menghardik anaknya ketika telat makan”ujar Ahmad Juaeni Ibnu Ma’ruf.

Mengapa? lanjut Ahmad Juaneni, jelas itu disebabkan karena lemahnya system penegakan hukum didaerah tersebut. Efek vonisment dalam pelanggaran tersebut tidak pernah secara nyata diterapkan sehingga pelaku-pelaku didalamnya dapat merassakan efek jera.

“Contoh saja; di Lombok Tengah sering sekali rekanan bersekongkol untuk mengundi pemenang dengan menyantuni peserta lainya yang kalah. Sekilas tidakan ini dianggap sebagai budaya pemenuhan rasa keadilan dalam dunia tender tetapi cara ini tidak mendorong sisi profesionalitas antar rekanan yang berkompetisi. Selain itu juga, persekongkolan semacam ini berpotensi merugikan Negara,”jelasnya.

Menurut Ahmad Juaeni, unsur persekongkolan itu sangat luas pengertiannya. Jika dijabarkan maka karakteristik persekongkolan itu dapat berupa:

a. kerjasama antara dua pihak atau lebih;

b. secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya;

c. membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan;

d. menciptakan persaingan semu;

e. menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan;

f. tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu;

g. pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.

Dari kesemua unsur di atas lanjut Ahmad Juaeni, jika diterapkan pada proses pelelangan beberapa Puskesmas dan Rumdis di Lombok Tengah ini, diindikasikan terpenuhi. Bahkan tidak hanya sebahagian saja unsur persekongkolan itu terpenuhi, namun keseluruhan unsurnya sesungguhnya telah terpenuhi.

“Jika demikian, bagaimana kita dapat katakan hasil tender ini sah?”tandasnya.

Untuk lanjutnya, sudah seharusnya Oknum dari ULP yang nantinya terbukti bersalah berdasarkan hasil pemeriksaan aparat hukum, diberikan vonisment dua sisi yaitu; di sisi pemerintahan. Dimana yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya.

Sedangkan disisi hukum peradilan dengan ditahannya yang bersangkutan apabila terbukti bersalah berdassarkan hasil BAP pihak apparat hukum.

Dasar pedoman yang digunakan dalam hal ini adalah Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Berikut beberapa indikasi dari terjadinya KKN pada proses tender beberapa Puskesmas dan Rumdis di Lombok Tengah menurut Ahmad Juaeni Ibnu Ma’ruf: 

1. Persyaratan tender terkesan mengada-ada. Mensyaratkan berbagai syarat administrasi yang tidak ada kolerasinya secara langsung yang dapat membuktikan profesionalitas seorang rekanan ataupun penerapan persyaratan yang tidak terkait dengan kwalitas hasil kerja bila saja adminstrasi tersebut terpenuhi.

Seorang ULP harus mengerti prinsip dasar dari dibuatnya UU dalam proses tender. Dengan demikian, ia akan mampu mengembangkan berbagai difinisi yang dalam peraturan nampak terlalu sempit, sekaligus tidak mengada-ada sebagaimana persyaratan tender yang ditentukan oleh panitia lelang di dalam proyek ini. Dimasalah ini saja telah dapat dibuktikan secara langsung bahwa seluruh tender pada proyek pembangunan PUSKESMAS dan RUMDIS ini telah cacat hukum.

2. Salah seorang rekanan (sudah melakukan sanggahan dan melaporkan kejanggalan ini pada pihak aparat hukum) meyakini kondisi penawarannya lengkap namun digugurkan atas dasar alasan yang bertolak belakang dengan realita dokumen yang dapat dibuktikan pada proses upload dokumen.

Rekanan yang bersangkutan meyakini hasil evaluasi POKMIL yang di publish tidak sesuai dengan report dokumen upload dari rekanan yang bersangkutan. Bahwa berbagai kesalahan yang dikenakan pada rekanan oleh panitia diyakini oleh rekanan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang seharusnya.

Bagaimana bisa hasil upload yang dilakukan rekanan yang telah dinyatakan lengkap bisa menjadi tidak lengkap berdasarkan hasil evaluasi ULP? Jika fakta yang diyakini oleh ULP ini benar maka seharusnyalah pejabat terkait memberikan ruang pembuktian pada public dengan membuka server.

Dengan demikian maka prinsip transparansi akan nampak benar-benar telah ditegakkan oleh pengemban amanah. Sebaliknya, jika ULP tidak melakukan upaya apapun yang dapat menghilangkan berbagai tuduhan dari beberapa sanggahan yang dilakukan rekanan, maka disinilah aparat hukum seharusnya mulai bertindak.

Aparat hukum ditantang untuk dapat membuktikan berbagai kejangalan antara laporan hasil upload penawaran yang diterima rekanan dan report hasil evaluasi oleh ULP. Dengan berbagai kejanggalan pada proses pelelangan ini maka sudah sepantasnya aparat hukum baik dari jajaran kepolisian maupun kejaksaan menyelidiki secara bersamaan dan mendalam.

3. Keputusan dimenangkannya rekanan yang mengajukan penawaran dengan membuang hanya sebesar 0.03% dari pagu tersebut jelas terindikasi kuat melakukan PERSEKONGKOLAN dan KKN antara ULP dan rekanan yang bersangkutan.

Bagaimana bisa tender ulang yang telah terkoreksi, dimana setiap rekanan sudah mengetahui kesalahan mereka sebelumnya dan kemudian memperbaiki berbagai kesalahan dalam dokumen mereka bisa salah kembali pada proses tender ulang?

Seharusnya yang terjadi ketika teder ulang adalah menangna penawar dengan buangan tertinggi. Sejatinyanya kondisi semacam inilah yang menjadi dasar dibuatnya aturan tender ulang yaitu mendapatkan kondisi perbaikan sehingga Negara dapat untung atasnya dan persyaratan administrasi terpenuhi. Bukan sebaliknya sebagaimana yang dilakukan oleh ULP Lombok Tengah yang sangat janggal dan bertolak belakang dengan prinsip aturan tender ini dibuat.

4. Proyek tersebut masih bisa dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil kerja dan kwalitasnya jika membuang 10% dari pagu. Gambaran ini telah menjelaskan secara gamblang ditemukannya tindakan penggunaan wewenang jabatan untuk dengan sengaja merugikan negara. Potensi kerugian negara di masing masing proyek tersebut bisa mencapai rata-rata sebesar satu milyard lebih. Jika di totalkan kerugian secara menyeluruh di enam peket PUSKESMAS dan enam paket RUMDIS maka berpotensi merugikan negara sekitar sepuluh hingga dua belas miliar rupiah.

5. Berdasarkan berbagai pertimbangan dan banyaknya kejanggalan yang nampak pada proses pelelangan 6 (enam) PUSKESMAS dan 6 (enam) RUMDIS ini, maka sudah seharusnya Para pelaksana tugas ULP dibekukan. Sejalan dengan itu, aparatur hukum sudah seharusnya pula menunaikan tugas fungsinya selaku penegak hukum. Memulai penyelidikan yang lebih mendalam terhadap berbagai indikasi dari berbagai kejanggalan dalam proses tender proyek tersebut.

Dengan pemaparan diatas lanjut Ahmad Juaeni Ibnu M’ruf,  seharusnya pimpinan tertinggi administrasi pemerintahan di Lombok Tengah, memanggil pihak yang terkait dalam proses tender tersebut.

“Jika pimpinan tertinggi pemerintahan tidak meminta klarifikasi dari ULP, maka bisa jadi semua kejanggalan ini justru akan mengarah kepada dirinya; semua ini sangat mungkin terjadi akibat tekanan dari pimpinan'”tudingnya.

Oleh sebab itu lanjut Ahmad Juaeni, menjadi penting bagi pimpinan tertinggi administrasi pemerintahan Kabupaten Lombok Tengah, segera meminta pertanggung jawaban ULP dalam proses tender tersebut dan memberikan mereka vonisment secara administrative, jika ULP tak dapat mempertanggung jawabkan tindakan mereka.

Apabila Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, tetap bersikukuh mempertahankan hasil evaluasi ULP ini dengan segera menetapkan pemenang lelang, maka terbukti adanya keikut sertaan pimpinan tertinggi terhadap potensi pelanggaran hukum pada proses tender ini.

“Keadaaan semacam itu sungguh sangat merugikan secara politis, lebih-lebih untuk waktu ini, dimana kita akan segera menghadapi pesta demokrasi yang membutuhkan dukungan suara rakyat serta mempertahankan citra positif sisi pemerintahan khususnya bvagi calon Pertahana,”imbuhnya.

“Sebagai pemerhati Pemerintahan dan Pengamat Politik, saya selaku pendiri awal Pemerintahan “Maiq Meres” merekomendasikan untuk seluruh Pihak masing-masing berhitung dengan baik dulu sebelum melanjutkan keputusannya ke fase yang sangat menentukan secara hukum; apakah terbukti atau tidak. Setiap keputusan ada resiko yang harus dipertimbangkan dengan baik,”imbuhnya lagi.

Di dalam hal ini Ahmad Jaeni,  merekomendasikan agar aparat hukum segera menerapkan standar penegakan yang seharusnya. Memberikan efek jera secara nyata agar masyarakat dan aparat pemerintahan didalamnya bisa belajar. Agar memberikan Pendidikan bagi generasi, akan pentingnya penegakan supermasi hukum.

“Diharapkan dengan cara seperti ini, nama Lembaga penegak hukum di Lombok Tengah semakin bersinar dengan opini yang positif dan bukan sebaliknya,”tutupnya.

Sementara itu, pihak ULP Lombok Tengah, saat dihubungi via phone celulernya oleh radio talentafm, tidak diangkat.

About Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *